Kami Bukan Korban, Kami Pemulih

Permainan Tak Pernah Diperuntukkan bagi Kita

Mereka jualkan narasi: ‘Kerja keras menuju kemuliaan.’ Tapi nenek saya selalu bilang, ‘Jika Anda tak punya tempat di meja, Anda tak punya peran.’ Saya sudah melihatnya—draf dari umpan yang tak ada yang menonton. Pelatih bisik statistik seperti kitab, tapi mereka tak pernah sebut nama Anda.

Sistem ini tak inginkan keringat Anda—ia inginkan data Anda—tembakan jump menjadi piksel, semangat Anda menjadi metrik keterlibatan. Mereka sebut ini ‘pengembangan bakat.’ Saya sebut itu digital redlining.

Penghapusan Algoritmik

Di lapangan South Side Chicago, kami bermain bukan untuk tepuk tangan—kami bermain karena ritme terasa nyata. AI tidak peduli jika Anda melewatkan tembakan karena saudara Anda terlambat atau karena mama bilang ‘teruslah maju.’ Ia hanya peduli jika klip Anda naik di TikTok.

Kami bukan penonton—kami subjek yang terlihat dalam sistem yang dirancang untuk menghapus kami.

Pemulih, Bukan Korban

Mereka bilang: ‘Jadilah seorang analis.’ Jadi saya jadi satu—but bukan untuk mereka. Saya menganalisis metrik mereka agar Anda tak perlu ikut. Kami tak butuh dukungan mereka. Kami butuh narasi kami sendiri. Permainan ini tak pernah rusak—Anda hanya lupa cara memainkannya dengan benar. Ini? Ini bagaimana mereka membuat pahlawan tanpa pernah melihat kami.